Barakallah...

Alhamdulillah tiba juga saatnya hari yang ditunggu - tunggu, dicemaskan, ditakutkan, diragukan, dibanggakan.
Hari dimana malaikat - malaikat bersaksi, dan tiba saatnya sang suami mengucap ijab qabul.
Tanggal delapan, bulan Agustus, tahun Dua ribu empat belas, kami telah sah menjadi sepasang suami istri.

Kita doong da punya buku nikah , hehe...
Terlihat senyum haru dari kedua orangtuaku, yah... anaknya kini telah menempuh hidup baru.
Setelah sekian banyak cobaan yang kita hadapi. Mulai dari nenek suami yang tiba - tiba masuk Rumah Sakit lima hari sebelumnya, kemudian disusul keponakan yang harus dirawat inap juga sehari sebelumnya.
Simpang siur kabar mistis terdengar, dan alhamdulillah segenap keluarga berpasrah kepadaNya. Ibu bilang dengan bijaknya, "Ini semua kehendak Allah nduk, jika memang berjodoh, tidak akan terjadi apa - apa sampai besok hari H".
Dan alhamdulillah semua terlewatkan juga meskipun tanpa kehadiran beberapa sanak saudara yang bertugas menjaga mereka yang sakit.
Awalnya aku meminta bapak untuk akad di Surabaya saja sekalian resepsi. Karena aku berpikir tidak ingin membebani orangtua lagi. Toh, dari kecil aku sudah hidup di Surabaya, So teman - temanku lebih banyak di Surabaya. Entah Bapak bersikeras tetap harus mengadakan acara di Wonogiri, kampung halaman.
Sebagai anak yang baik, meski sedikit membangkang akhirnya nurut juga dengan beberapa syarat. Yang pertama Akad di Wonogiri di KUA saja biar lebih murah, yang kedua pesta kecil - kecilan saja menghemat biaya, dan yang ketiga yang paling berat mungkin buat bapak yakni aku dan suami tidak bisa menyumbang banyak di acara Bapak nanti.
Kami berdua merencanakan acara ngundhuh mantu di Surabaya yang biayanya akan kami tanggung sendiri. Dan biaya untuk acara tersebut pasti tidak murah. So, maaf ya Bapak sayang...
Alhamdulillah Bapak setuju. Pernikahanku dilaksanakan seminggu setelah Idul Fitri, pas waktu bulan Syawal. Katanya sih bulan yang paling bagus untuk menikah. 
Akad nikah dilaksanakan pukul 8.00 WIB, biar angkanya keliatan cantik. Jadi tanggal 8-8-2014 pada pukul 08.00 WIB dengan mas kawin uang tunai sebesar Rp 882.014,-
Rumah disulap menjadi gedung pernikahan meski tidak seluas gedung - gedung yang disewakan biasanya. Keluarga dari bapak tante, om, pakde disulap cantik dengan berbalut seragam kebaya yang sudah kami belikan beberapa bulan yang lalu. Bapak melibatkan saudara, tetangga, dan teman - temannya untuk menjadi panitia acara sebelumnya. Manajemen yang bagus menurutku meskipun acaranya tidak semewah biasanya.
Karang Taruna kampung bertugas sebagai waiters, kemudian ibu - ibu tetangga bertugas sebagai juru masak, Bapak/ Ibu pejabat RT dan RW juga segenap saudara menjadi penerima tamu.
Terlihat begitu rukun dan gotong royong. Menyenangkan sekali melihatnya. Begitu terharu mereka sangat menghormati kami sebagai pengantin.

Aku suka sekali saat menjalankan upacara panggih, mulai dari lempar sirih, ngidak endhog, sindur (melampirkan kain ke pundak pengantin dan menunutun ke pelaminan), Timbangan, Kacar - kucur, dan Dulangan.
kacar kucur

Tahap yang paling tidak aku sukai adalah sungkeman.
Ya karena harus meneteskan air mata, menyadari bahwa kini aku harus mengesampingkan orangtuaku dan mengutamakan suamiku.

kita dooong punya cinciiin... mana cincin kamuu??


Meski banyak rintangan yang kami alami berdua dan ketidak cocokan budaya dari kedua kubu keluarga, finally, kita menikah juga.

باَرَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ


“Semoga Allah memberi berkah padamu, semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan” (HR. Abu Dawud (1819), Tirmidzi (1011), dan yang lainnya, dishohihkan oleh Albani)

Petualangan dimulai dari sini :)

2 comments:

  1. Selamat ya Wenn....smoga slalu diberkahi ALLAH SWT...
    salam buat suamimu.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. heii reaaa... aku baru baca maaf...
      amiiin.. terimakasihh..
      Anyway dede sudah lahir kah???

      Delete