The Fasting Month Part 2

Ini janjiku nglanjutin postingan tentang bulan Ramadhan kali ini.
Pada tahun ini aku ngrasain hal yang sama di dua tahun sebelumnya. Ngrasain bulan  Ramadhan tanpa keluarga. Aku mutusin berpisah rumah dengan budhe dan tinggal di kos dekat dengan kampus. Bisa dibayangin buat berbuka dan sahur aku harus jajan.
Di sepanjang jalan sekitar kampus berjejer orang berjualan makanan. Sama seperti dua tahun yang lalu ketika aku tinggal di Yogyakarta pada bulan Ramadhan. Hal yang mengasyikkan ketika melihat banyak makanan yang menggoda sebagai menu buka puasa ataupun sahur.
Menu berbuka terutama banyak sekali dijual sebelum maghrib tiba. Ada Lumpia, Gorengan, Bubur Kacang Hijau, Es Dawet, Es Kolak, Es Campur, Es Jus, Es Degan, Es bla - bla - bla serta makanan Nasi campur, Soto Ayam, Rawon, Pecel Lele, Penyetan, Bebek Goreng, Sate Madura, bla - bla - bla, banyak sekali.
Gimana enggak tergiur ketika perut kosong serambi menunggu waktu berjalan - jalan memilih menu yang beragam. Ngabuburit.

Sudah berapa hari Ramadhan ini berjalan, baru tersadar ternyata setiap harinya aku ngeluarin banyak duit buat beli makanan (pada momen ini) tanpa kita sadari harganya melonjak naik.
Tersadar pengeluaran di bulan puasa menjadi berlebihan dibanding bulan lainnya. Padahal bulan Ramadhan hendak mengajarkan manusia untuk menahan nafsu, ga perlu berlebihan.
Aku rasa ini ga cuma aku yang mengalami, bahkan pada teman - teman lainnya apalagi mereka yang sudah berkeluarga.
Di Wikipedia pun tersurat, pada umumnya Ramadhan dapat dihubungkan dengan meningkatnya daya beli dan perilaku konsumtif masyarakat akan barang dan jasa. Di Indonesia sendiri hal ini terkait erat dengan kebiasaan pemerintah dan perusahaan swasta untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pegawainya.
Peningkatan ini terjadi di hampir semua sektor dari transportasi, makanan, minuman hingga kebutuhan rumah tangga.Sehingga tidak jarang tingkat inflasi pun mencapai titik tertinggi pada periode bulan ini.
Lihat saja menjamurnya bazar yang diselenggarakan baik oleh pemerintah, perusahaan swasta, bahkan organisasi tertentu atau LSM.
Belum lagi yang sering terjadi di kalangan kita adalah undangan buber atau Buka Bersama dengan keluarga dan kolega. Kalau saja semua undangan buber ini dituruti pasti kantong jebol.
Bisa - bisa besar pasak daripada tiang. Belum lagi nanti harus berpikir membeli jajanan suguhan di hari raya, memberi uang saku ke ponakan -ponakan, bekal mudik, dsb.
Aku inget kata - kata guru ngaji sewaktu kecil, beliau mengatakan bahwa Rasulullah berbuka dengan kurma, dan makan seadanya tidak berlebihan.
Tidak seperti yang orang - orang kebanyakan lakukan berlomba - lomba makan di tempat yang mahal, makan berlebihan, dan melupakan ibadah lainnya.
Astaghfirullah..
Akhir - akhir ini aku sering menolak ajakan buka bersama di samping alasan untuk lebih berhemat, pun salah satu teman memberitahu bahwa buber  pada dasarnya mubah, namun selanjutnya bahaya juga kalau sampai kita melalaikan sholat, berlebihan dalam makanan, ikhtilatih, dsb. Wallahu'alam.
Belum lagi banyak Sale di Mall versi bulan Ramadhan menyambut kemenangan di Hari Raya Idul Fitri. Kemenangan dalam hal apa?
Kemenangan itu akan terasa jika memang ada perubahan di dalam diri kita masing - masing termasuk tercapainya tujuan puasa.
Tujuan puasa itu tidak sekedar menahan diri dari makan, minum, dan segala hawa nafsu tetapi meningkatkan ketakwaan. Ketika bulan Ramadhan sudah pergi, maka di bulan - bulan berikutnya apakah kita masih bisa melakukan amalan - amalan seperti di bulan puasa? apakah takwa kita bertambah?
Jika memang demikian, maka itulah arti sebenarnya yang disebut dengan kemenangan.
Bukan untuk berlomba - lomba mempersiapkan idul fitri dengan menghabiskan uang bahkan utang sana - sini membeli kue - kue mahal, bingkisan, uang kecil untuk anak - anak kecil yang berkunjung, baju baru, celana baru, sepatu baru, dsb.
Kata Bapak dulu, "ya kalau mampu  monggo, kalau ga mampu ya jangan dipaksa sampai hutang sana sini".
Itu memang sudah jadi tradisi , tapi insyaAllah kita bisa mengubah mindset mereka tentang ini pelan - pelan. Bisa saja tetap melakukan tradisi - tradisi menarik ini tetapi harus dengan siasat.

Gimana kalau lebih baik kita menekan pengeluaran, menyisihkan 10% sampai 30% dari THR untuk investasi atau untuk melunasi hutang kartu kredit atau hutang lainnya?
Gimana kalau Ramadhan berikutnya memprediksi pengeluaran pada dua pekan sebelumnya serta pengeluaran menjelang Idul Fitri?
Buat daftar menu makanan harian saat bulan puasa serta daftar belanja agar tidak tergiur oleh diskon barang - barang di Mall.

Semoga kita semua tetap bijak dan selalu diberi taufik oleh Allah SWT.

Amin :)
Wassalam
Wennie


No comments:

Post a Comment